Silakan Cari disini

Senin, 25 April 2016

Chapter 2. Memanggil memori indah

Chapter 2: Memanggil memory indah
When time flies to the past...
What jam 6.30? ya ampun aku terlambat. Hari ini tidak ada yang membangunkan aku. Kedua orang tuaku sedang dinas keluar kota. Alhasil aku terlambat kesekolah. Jarak rumah dan sekolah tidak begitu jauh. Sekolahku berada di jalan cihampelas, tapi jam segini adalah jam sibuk. Jarak 100 m saja bisa menelan waktu sampai satu jam.
Aku kirimkan sms buat Atsilah. Isinya aku telat tolong karang alasan sebagus mungkin biar aku tak dapat hukuman atau pak satpam depan diajak ngobrol biar gak ngunci pintu gerbang. Oh my, angkot yang kutumpangi juga maen berhenti seenaknya. Ingin banget aku nangis. Kalau boleh aku pinjem pintu kemana saja doraemon atau baling-baling bambunya deh.
Aku tak habis pikir sekarang sudah semacet ini. Apa yang aka terjadi lima tahun ke depan atau sepuluh tahun ke depan? Banjir, macet, panas, masalah kompleks untuk mayoritas kota besar di negeri tercinta ini.  Dan pikiranku kembali melayang-layang kepada orang-orang yang duduk dikursi yang katanya wakil rakyat. Entah apa yang mereka lakukan karena aku merasa tak terwakili sebagai rakyat.
Gerbang sekolah tercinta. Oh i’m coming. Terkunci!! I texted her.
Atsi apa yang loe lakuin? Gw ke kunci tau d dpn grbang. :’(
Gila lo Di, skrg pljaran killer ticer. Cpt sini
Aku lupa sekarang pelajaran itu. Aku memutuskan buat memanjat saja. Lewat samping sekolah yang terdapat pohon cukup besar untuk bereteduh. Dan brug! Aku terjatuh. Kakiku menginjak sesuatu. Aku memutar badanku seratus delapan puluh derajat merasa ada seseorang dibelakangku. Mata kami saling bertatap-tatapan. Damn! Aku akui lelaki ini ganteng banget tapi air teh yang ada ditangannya lepas kendali dan jatuh di rok dan sepatuku.
“Aduh apa yang loe lakuin sih? Rok gue basah nie.”
“ Siapa juga yang nyuruh loe manjat-manjat sambil mendarat di kaki gue. Tuh loe nginjek sepatu bersih gue. Impas dunk sepatu loe sepatu gue”
What? Nie cowo ganteng-ganteng jutek amat. Percakapan kita semakin memanas. Adu mulut meminta permintaan maaf tak ada yang mengalah. Tapi apa aku benar menyebut ini percakapan? Lebih tepatnya percekcokan ini semakin memanas dan aku denger ada pa wakasek yang memergoki kami.
“ Sial, ayo lewat sini.” Katanya
Aku diam. Bingung.
“ Ikut gak loe? Atau mau dihukum di lapangan?”
Aku menggoyangkan kepalaku. Ikut berlari menuju suatu jalan yang aku pertama kali masuk. Itu adalah lorong kecil menuju kelas 11.
“Denger ya cewe tembok. Loe hutang nyawa ama gue.”
***
 “Diana, gue ikutan lomba di Bogor besok. Ama Wangsa. Loe bantuin gue ya?”
“ heh bantuin apaan? Tau gue kaga ngarti yang kaya gitu. Gua mah ngartinya Cuma makan-makan doank hehehe. Mau ke perpus nyari buku? Yuk ajak wangsa sekalian.”
Aku, Atsilah, dan wangsa ke perpus mencari buku-buku tambahan buat mereka baca sebagai persiapan lomba. Aku tak mengerti mengapa mereka setim hanya berdua? Padahal biasanya satu tim terdiri dari tiga orang. Atsilah dan Wangsa saja tak tahu. Bahkan aku yakin atsilah doesn’t even care bout that. For her, going to bogor its enough for party. OMG, padahal kesana untuk lomba membela nama sekolah.
“Hi cewek tembok.” Sapa seseorang.
Dia adalah lelaki yang bertemu disamping sekolah. Oh kenapa mesti di perpus. Kan gak enak ya kalau mau jambak-jambakan sama mau teriak-teriak juga ama nie cowo. Aku hanya membiarkan dia. Pretend i dont know him. Berharap dia diam dan pergi.
“wah loe kok jadi pendiem sih? Lupa ama gue? rok? Basah?”
Sontak Atsilah dan wangsa menatap aku dengan tatapan tajam. Apalagi dengan kata-katanya. Aku yakin orang awam akan membentuk berbagai macam pertanyaan tentang ‘rok’ dan ‘basah’. Whats going on?
“ Ikut gue ke...” Belum sempat aku menyelesaikan percakapan dengan orang ini laki-laki lain muncul dibelakang badannya. So, who’s that guys anyway? Apakah itu tentaranya yang bakal nyerang aku dengan serangan es teh yang lain? Atau diganti menyerang baju dan rokku dengan minuman bersoda?
“ Ndre loe ngomong apaan sih? “ Sahut laki-laki itu. Aku bisa mengerti tatapan dan pertanyaannya sama seperti tatapan yang terpancar dari Atsilah dan wangsa.
“Nothing. Udah ketemu belon buku buat lombanya? Lama banget sih loe. Mana temen setim lo? Percuma loe doank yang pinter sendiri Gum. “
Atsilah, Wangsa, dan aku, kami sekarang beratatapan. Lomba? Tim? Aku tak tahan untuk tak bertanya dan ternyata benar laki-laki ini bernama Gugum. Surprising he knows my name. Dikiranya aku ikutan lomba science. Big no. Mistrery solving i guess.
 “Oh jadi nama loe Diana? Loe pasti tau gue donk” Cowo lorong itu berujuar tiba-tiba.
“Siapa loe? Gue gak kenal ama loe. Gak penting juga kan? Guys gue duluan ya. Laper pengen makan” Aku berpamitan pada mereka. Aku tinggalkan Atsilah dan Wangsa yang sudah bertemu dengan rekan setimnya, Gugum. Sebenarnya aku masih ingin di perpus. Banyak buku-buku baru tapi aku malas liat muka itu orang yang mengaku terkenal seantero sekolah.
“Diana! Diana tunggu. Makan bareng yuk.”
Aku menoleh dan can you guess who is he? Why must be him? Aku memalingkan mukaku lagi. Aku tak mendengar kata-katanya. Dia berlari memburuku dan he got my hand. Langsung aku hempaskan tangannya. Siapa dia berani memegang tanganku. Dia merajuk untuk makan bareng karen sahabatnya tak menemaninya.
Akhirnya, aku makan bareng dengan Andre. Ya itu namanya. Dia memaksa ikut makan dengan ku. Lebih tepatnya dia membuntutiku. Andre itu ternyata seorang player kelas kakap disekolahku. Pantes saja dia kuat dengan kejutekan dan ketakacuhanku. Siapa yang tak akan jatuh di pelukannya? Tampan, putih, tinggi, atlet basket, and his charm always shine and bright.
***
“Di, loe gua daftarain ikut ke Bogor juga ya? Berangkatnya lusa abis magrib.”
“Apa? Atsi kenapa dadakan? Gue belon bilang ortu nie. Kok bisa juga gue ikut? Ikut lomba aja kaga.”
Sekolah kami memfasilitasi untuk pendukung alias suporter ikut ke Bogor. Suporter itu berjumlah 10 orang. Dibagi untuk tiga angkatan jadi kelas 11 ada 4 orang, kelas 10 3 orang dan kelas 12 ada 3 orang. Perwakilan kelas 11 ada aku, Tania, Leo, dan Andre. Pikiranku kacau lagi ketika nama terakhir disebut. Kenapa dia mesti jadi suporter juga? Ternyata dia adalah bestfriend dari Gugum. Katanya mereka sudah berteman sejak bayi.
***
Perjalanan yang cukup melelahkan. Atsilah, Wangsa, Gugum, dan enam anak lain sepertinya sedang mengikuti briefing untuk lomba besok. Aku hanya berjalan menyusuri daerah sekitar guest houes sambil menikmati langit malam. Ya lomba ini di kampus yang terkenal di Bogor.
“Diana, ngapain loe sendirian? Gak takut? Ini kan di daerah asing loh.”
Aku menoleh dan you know who that’s guys? Yes, He is Andre. Aku hanya membalikan badanku melihatnya tak mengeluarkan sepatah katapun. Kenapa dikala aku ingin sendiri berbicara dengan bintang-bintang di atas sana ada pengganggu ini. Dia terus saja bersuara mengajakku berbicara.
“ I juts wanna be alone and talk with stars.” Akhirnya aku mengeluarkan suara dari mulutku. Dan you know? Raksi Andre ini bikin aku tambah kesal dengannya. Andre tertawa dan mengatakan aku seperti anak kecil. Aku jelas saja mengeluarkan muka cemberutku. I hope nothing.
“Diana, kamu lucu ya. Aku tak menyangka kamu yang secuek dan jutek di sekolah ternyata punya sisi polos. You are like baby. So pure and innocent. Emang loe lagi ngomong apa dengan bintang diatas sana Di? “
Andre mengatakan hal itu tepat ketika mata kami saling bertatapan. Ada energi lain yang aku lihat di kedua bola matanya. Auranya terpancar sangat kuat. Aku bisa merasakan kilau bintang diatas sana tak kalah dengan auranya. Hey whats wrong with me?
“  Gue Cuma berusaha membebaskan pikiranku. Sumpek karena hanya dibatasi oleh tembok-tembok yang menjulang tinggi. Bintang disana akan selalu setia setiap malam dengerin cerita-cerita gue. Kesedihan dan kebahagiaan, kesendirian, semuanya tanpa akan ada yang menertawakan. Mereka begitu indah menghiasi langit di malam hari. Langitnya tak lagi gelap. Tak menakutkan. Disana gue menemukan keindahan dan ketenangan.“
Andre hanya menatap aku. Kami menghabiskan malam ini hanya dalam diam sambil menatap langit. Kami terjerumus dalam pikiran masing-masing.
***
Hari ini perlombaannya. Atsi terlihat tenang dan kalem. Cenderung cuek dan kita lebih banyak menghabiskan waktu ngobrol, makan, nonton, perang bantal tadi malam sebelum tidur. Look we did something foolish i think its work to killing her nerveous. Atsi aku harap kalian bisa membawa piala emasnya ya.
Memasuki Hall utama tempat lomba. Tak lupa kita bersepuluh sebagai supertor membawa atribut suporter. Guess what? Kita kaya suporter bola. Tak Lupa aku mempersiapkan suara, air minum, dan permen pelega tenggorokan. Wait, tapi ini lomba ada beberapa sesion. Gak mungkin kan teriak-teriak pas lombanya itu praktek dan presentasi? Oke aku sih nunggu aba-aba dari leader suporter dan guru pembimbing saja.
Andre lagi-lagi dia di dekat aku. Semakin dilihat anak ini tampan juga. Auranya yang tampak tadi malam siang hari ini pun tak kalah dengan sinar matahari pagi. Always shining. Aroma segar dari tubuhnya sungguh menggoda. Senyuman yang dia pantulkan dari bibirnya membuat gigi-gigi putihnya terlihat, sangat menawan. Caranya berbicara dengan orang lain sangat aktif dan menarik. And Crap. I gotcha.
“Kenapa loe Di? Jangan bilang loe suka ama gue? Wah urusannya bisa repot nie.”
“Apaan sih loe ndre? GR banget jadi orang. Loe kira gue segampang itunya jatuh cinta ama loe? “
Perhatian kami teralihkan dengan jalannya lomba yang menarik. Meskinpun bagiku pertandingan sepak bola, tenis, badminton, basket, dan bola voli jauh lebih menarik. Tapi yang membatku terpana adalah diusia semuda itu mereka bisa melakukan hal-hal yang luar biasa yang aku berpikir kalau percobaan mereka dikembangkan selama lima tahun kedepan its gonna be great. Indonesia bakal menjadi maju sepertinya. Lihat mereka yang lomba dengan menunjukkan alat-alat dari penerapan rumus-rumus untuk keperluan sehari-hari sungguh mengagumkan. Andaikan mereka diperhatikan pemerintah dan karya mereka nantinya dikembangkan maka akan ada penemuan-penemuan besar dengan penemu bernama Atsilah, Wangsa, Agus, Asep, Gumelar, Dini. Tidak harus susah-susah menghafal nama orang luar lagi.
Perlombaan ini memang hanya sehari tapi berlangsung sampai malam. Saatnya momen untuk pengumuman juara. Sekolah ku berada diurutan atas. Menyabet semua nomer. And you know what? Atsilah, Wangsa, dan Gugum break a record. Mereka menyapu bersih semuanya. Wow perfecto!! Atsilah aku gak menyangka you can do it. Kami meminta pada pendamping untuk merayakan kesuksesaan kami. Yeay its party time.
Pesta yang kami buat hanya makan-makan di sebuah restoran terkenal di Bogor. Ini menjadi ajang show off untuk anak-anak perempuan. Aku hanya menggunakan dress yang sederhana lengan pendek dan aku menggerai rambut hitam lurusku. Kami semua duduk melingkar dan Andre tepat berada di depan ku. Entah mengapa aku sering melemparkan pandanganku terhadapnya. Makanan sudah tersaji di atas meja. Steak yang menggoda berdampingan dengan salad buah dan sayur. Yummy sekali.
Aku menikmati santapan salad buah ini. Saat aku menatap orang depan ku, Andre, mata kami bertemu entah yang keberapa kalinya. Andre menunjuk sesuatu di mulutku. Ternyata mayonase itu menempel indah di bibirku. Aku menjilatnya. Aku perhatikan kembali Andre. Dia masih menunjuk. Tapi aku abaikan saja. Acara makan-makan ini berlangsung sekitar satu jam. Aku berjalan-jalan sebentar dibelakang tempat yang kita pesan. Restoran ini menyediakan taman yang cantik dengan lampu manis berkelip dimalam hari. Aku hanya ingin kembali bertemu bintang ditempat romantis ini.
“ Lagi-lagi kamu berbicara dengan bintang ya Di?”
Tegur seseorang. And he is Andre, again. Aku hanya mengangguk. Andre pun diam. Semenit kemudian dia ada di depan aku persis. Tangannya yang kokoh menyentuh bibirku. Apa yang dia lakukan? Sontak kakiku berjalan mundur selangkah. Dia hanya membersihkan sisa mayonase yang masih menempel di bibirku.
“ Loe sih dah gue bilangin. Masih belon dibersihin juga. Jadi bikin pengen tau.”
Apa yang coba dikatakannya? Aku tak mengerti. Kami kembali diam dan aku mulai merasakan angin-angin dingin menyentuh kulitku. Suara teriakan untuk kembali ke guest house sudah terdengar. Kami harus mengepak barang-barang malam ini karena besok pagi kita kembali ke Bandung. Saat aku berjalan menuju meja restoran tadi kurasakan seseorang memasang sebuah jaket di badanku. Hangat. Aku menoleh. Andre?! Apa yang dia lakukan?
“Dingin tau. Mana bajunya tangan pendek. Nanti kamu masuk angin. “
Hanya sekalimat dan membuatnya lebih shining. Dia mempersilakan aku jalan terlebih dahulu. Kerlingan matanya. Entah mengapa orang ini seperti memiliki daya magnet yang kuat yang dapat menarik badanku ke sampingnya.
***
Pesta masih berlangsung. Itu yang aku tangkap. Andre memiliki rencana untuk pesta. Kali ini benar-benar party bertempat di daerah Braga like nightlife. Kami berlima akan datang diacara ulang tahun temannya Andre. Malam minggu besok itu jadwalnya. Itu yang pertama kali buat kami berlima, kecuali Andre mungkin dia sudah punya track record tersendiri.
Jumat ini aku mampir ke sebuah butik di daerah setaibudhi menemani Atsilah membeli baju untuk party besok. Aku tergoda melihat dress-dress cantik yang terpajang dietalase toko. Aku cukup heran dengan Atsilah, dress yang dia punya banyak dan masih bagus-bagus. Tetapi entah mengapa setiap ada event dia pasti beli lagi beli lagi.
Aku memutari butik ini. Semuanya cantik dan semunya aku ingin membeli. Tak akan kubayangkan kalau aku memborong semuanya. Bunda pasti bakal memberhentikan uang jajanku selama setahun. Aku memilih pada satu dress berwarna cream dengan corak hitam panjang diatas lutut sekitar 7 cm. Pita sebagai belt menghiasi pinggang. Lengan pendek dengan kerah berbentuk V neck. I love it. Atsilah agreed.
***
Hari pesta. Kami berlima sudah merencanakan berangkat bareng. Andre membawa mobil dan menjemput kami berempat. Aku hanya menggunakan dress itu, rambut lurusku aku bikin sedikit ikal diujungnya. Aku aplikasikan sedikit make up natural dalam wajahku dengan mengolesi bibirku dengan bibir merah. High heels berwarna senada dengan gaun setinggi 7 cm aku pilih. And here we go. Lets start to party.
Partynya sungguh meriah. Tempatnya agak classic tetapi quite cool dengan lighting yang keren musik hardcore funky terdengar disetiap sudut tempat ini. Tiba-tiba ada yang menghampiriku. Seorang lelaki yang oke good looking, cukup tinggi, berkulit kuning langsat, matanya coklat. Dia mengajakku berdansa. Oke lets try. Aku berdansa dengan orang ini. Bau mulutnya seperti dia sudah menenggak beberapa gelas sejenis Gin atau beer. Tapi dia ini masih undercontrol. Apakah lelaki ini sudah resisten ya terhadap alkohol? Nate namanya. Salah satu tamu undangan sini. Kuliah. Thats information i got from him when we make conversation.
Nate membawaku ke tempat yang agak menjauh dari keramaian. Dia mencoba medorongku ke dinding. Aku rasa ini sudah keterlaluan. Aku mencoba untuk kembali ke keramaian. Dia menahanku. Tanganku digenggamnya kuat-kuat. Aku ingin menjerit percuma. Suaraku tak akan mampu mengalahkan suara-suara ini.
“ Hi, bisa lepaskan cewe itu? Dia cewe gue. gue udah nyari dia daritadi. Babe are you ok?”
Andre loe dateng saat yang tepat. Aku menjawab pertanyaannya dengan gagap. Genggaman tangan Nate masih menempel ditanganku. Andre yang menangkap itu langsung mengambil alih tanganku. Dia menggenggam tanganku erat dan lembut. Aku membiarkannya. Kami meninggalkan Nate.
“Loe gila ya Di? Kenapa loe mau diajak ama cowok yang loe gak kenal? Kalau nanti gue ga dateng loe bisa bayangkan apa yang terjadi?”
Andre marah. Nada bicaranya tinggi. Belum pernah aku melihatnya seperti ini. Aku hanya menunduk. Aku tau aku salah. Tiba-tiba tangannya menarikku ke pelukannya. Kepalaku menempel didadanya. Kedua tangan Andre merangkul pinggangku. Bibirnya dekat sekali dengan telingaku hingga aku dapat mendengar dengan jelas kata-katanya.
“ Diana, kalau ada apa-apa dengan loe malam ini gue gak tahu lagi harus gimana. Maafin gue yang bawa loe ketempat kaya gini. Loe pasti takutkan? Jangan takut lagi ya? Jangan jauh-jauh dari gue biar gue bisa awasin loe.”
Aku tertegun. Nada bicaranya berbeda dengan yang tadi. Suara lembutnya mencerminkan penyesalan. Aku mengangguk. Mata kami sekarang bertatapan dalam jarak yang sangat dekat. Dia kembali bersuara.
“Diana, sudah lama gue pengen bilang ke loe. Kenapa bayangan loe gak bisa gue hilangkan? Kenapa loe selalu bersinar depan gue? Kenapa loe selalu mencuri semua perhatian gue? Gue butuh jawabannya”
Irama musik semakin cepat. Gerakan orang yang menari dilantai semakin cepat. DJ pun semakin lincah menggerakan dan memainkan turntable, Dj mix, dan CD decks. Musik Dance dan techno mengalun bergantian. Bagiku irama musik ini cukup romantis untuk ku pause sesaat perkataan dan tatapan Andre. Hingga dia mengecup bibirku. Kututup mataku. Kurangkul kembali pinggangnya. Dia mengeratkan tangannya dipinggangku. Kami saling berpelukan dengan kecupan manis di bibir. Kami menikmati waktu ini.
I think i fallin in love with him. Once.
.................................................................................................................................................................

Kamis, 21 April 2016

Pena, kertas, dan kosong


Tapi pena itu masih tak ingin menulis
Hanya secarik kertas,
Kosong,
Yang masih tercoret sketsa sebuah bait dalam persimpangan dan keraguan
Yang dalam ketidakpastian dan di tengah doa yang ada
Berjuta harapan mengalir semuanya hingga sebuah pintu terbuka
Mengukuhkan sebuah bait yang utuh

Dna23 12 01 2016
11.15 pm diperbaharui 15 04 16   11.20am


Hambar


Tak ada rasa
Semua kekecewaan tertumpah
Dimana suatu pembelajaran tak ada yang mulus
Tertumpahnya kekecewaan
Memiliki air mata dan tawa gertir
Karena pada dasarnya aku pun wanita yang sama seperti yang lain
Dimana kekecewaan dan kesedihan bercampur
Entah bagaimana ini semuanya stuck
Hambar dan hanya air mata penawar semuanya hingga tak ada penyesalaan rasa rindu pena...

16 01 16


Membaca dan traveling


Membaca seperti berteman
Atau bahkan traveling?
Selalu membutuhkan kemampuan adaptasi
Tiap tema yang tersaji berbeda
Seolah seperti dalam tempat yang berbeda
Menghubungkan pemikiran
Berinteraksi lewat kata
Mengolah rasa dan emosi
Meski tak lewat fisik tapi imajinasi kami bertemu
Imajinasi kami bermain dengan kata
Melahirkan gambaran-gambaran efek luar biasa pada tiap individu
Karena berbeda kita mengartikan
Pengalaman yang terlintas tak jarang menuntun pada sebuah ladang impian
Dimana kaki harus terus melangkah menuju perjalanan yang lebih menantang
Dengan kata-kata yang ringan tersurat
Dan sebuah makna tersirat menyentuh hati
Selalu melahirkan harapan-harapan baru untuk masa depan yang belum terjamah
Memiliki kekuatan untuk memaafkan masa lalu yang suram
Mengelilingi dunia dengan pemikiran yang terbuka
Tanpa perlu sebuah surat
Menangis tanpa perlu mengalami kesedihan sendiri
Marah tanpa perlu mengumpat
Emosi yang bertemu mesra dengan pengolahan kata
Pencitraan dari sebuah kata, tema, dan emosi
Dalam sebuah bait
Membaca.

DNA23 diperbaharui 21 04 16 09.51 PM 

Rabu, 06 April 2016

AYAH, PAPAH, DADDY

Melihat mereka tersenyum dan berbagi nasihat membuat dadaku bergetar
Entah getaran apa yang kurasakan
Terkadang aku pun ingin mendapat kata-kata bijak tidak hanya dari sebuah buku
Tapi dari seseorang yang orang memanggilnya ayah, papah, daddy,
Kubuka kembali memori lama ku
Kuingat setiap kata-katanya
Saat itu usiaku hanya 12 tahun. Tidak mungkin 10 tahun
Ya, nasihatnya sederhana. Jangan lupa berdoa saat tidur nak.
Jangan lupa nanti kamu kuliah disini ya
Ya nasihat-nasihat untukku yang masih kecil, anak-anak. Aku masih belum remaja
Ketika tiba saat itu. Ketika Tuhan kembali mengambilnya dariku
 aku tak pantas marah.
Ketika masalah saat remaja menghampiriku berbagai gejolak dalam diri
Berpikir apa yang akan seorang ayah, papah, daddy katakan kepadaku sekarang.
Akankah dia marah? Akahkan dia seperti sahabat? Akankah dia memelukkku ketika aku menangis sendiri dikamar?
Air mataku deras keluar tak terbendung
Aku tau aku terlalu egois, aku tau aku lemah, ...
Saat usiaku memasuki gerbang kedewasaan,
Ketika orang-orang mengatakan cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya sendiri,
Entah kenapa hatiku bergetar kembali, mataku memanas kembali
Ketika seseorang berbagi nasiahat dia dengan ayah, papah, daddy mereka
Aku juga hanya dapat bermimpi dia duduk disampingku sekarang, mengelus rambutku dan mengatakan nasiahat-nasihatnya kepadaku
Ayah, papah, daddy,
Aku siap mendengarkan setiap nasihatamu,
Aku siap melakukan perintahmu,
Maafkan aku yang belum mampu mengangkatmu kedalam surga
Aku hanya rindu suaramu
Aku hanya rindu pelukanmu...